MONPERA.ID, Palembang – Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, memimpin langsung Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi se Sumatera Selatan. Rakor Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi berlangsung di Griya Agung Palembang, Rabu (19/11/2025).
Dalam Rakor Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi se Sumatera Selatan, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru didampingi Wagub Sumsel Cik Ujang, pimpinan KPK RI Johanis Tanak,Walikota Sekretaris Daerah, OPD terkait se Sumsel, dengan dihadiri oleh seluruh kepada daerah, pimpinan DPRD, penegak hukum, serta instansi vertikal
Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, mengatakan, Rapat Koordinasi (Rakor) penguatan sinergi korupsi tersebut penting untuk dilakukan sekaligus menjadi momentum menyatukan langkah daerah, dalam memperkuat sistem pencegahan korupsi.
“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh kepala daerah yang hadir. Momentum ini penting untuk merumuskan langkah strategis dalam memperkuat integritas dan tata kelola pemerintahan, sekaligus memastikan pelayanan publik, perizinan, dan pengelolaan anggaran berjalan transparan,” katanya.
Karena, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan hingga kini masih terus memperkuat komitmen dengan melalui program Monitoring Center for Prevention (MCP), aplikasi MCP serta dukungan dari seluruh kabupaten dan kota. Bahkan, diminta juga 8 area intervensi pencegahan korupsi dapat terus dioptimalkan.
“Setiap daerah memiliki kapasitas dan tantangan berbeda, tetapi komitmen untuk memperkuat sistem birokrasi, pengadaan barang dan jasa, perizinan, hingga pengelolaan aset harus menjadi prioritas bersama,” tegasnya.
Dimana, dalam rakor tersebut,pihak KPK RI juga memaparkan sejumlah poin penting terkait kerawanan korupsi ditingkat daerah. Selain itu, KPK menilai Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi terjadinya korupsi, karena letaknya strategis, kekayaan SDA melimpah, luas wilayah termasuk juga SDM yang memadai. Sehingga, itu harus diiringi oleh pengawasan yang kuat.
Kemudian, KPK juga menyoroti pada bagian “Relasi Kekuasan dan Korupsi.” Menurutnya, mulai dari jabatan, kewenangan, fasilitas dan privilege sering kali menjadi titik rawan penyalahgunaan kekuasaan. Karena, bentuk bentuk korupsi yang terjadi di daerah tersebut umumnya dipicu.
Baik, janji politik, balas Budi, konflik kepentingan dalam jabatan, penempatan kroni, penggunaan APBD untuk kepentingan pribadi, perizinan dan suap, bahkan adanya campur tangan pihak keluarga setiap pengambilan keputusan, bebernya.
Sementara, Pimpinan KPK RI, Johanis Tanak, mengungkapkan, terkait penguatan sinergi pemberantasan korupsi. Tentunya, kepala daerah memiliki tanggungjawab moral untuk memastikan kekuasaan dijalankan secara bersih.
“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Karena itu, kuncinya adalah integritas. Pemimpin yang berintegritas tidak hanya berbicara tentang antikorupsi, tetapi memastikan setiap kewenangan tidak disalahgunakan,” ungkapnya.
Sebab, pemberantasan korupsi tersebut bukan hanya soal penindakannya. Tetapi, bagaimana memperkuat sistem agar peluang bagi pelaku korupsi benar benar tertutup.
“Pemda dan DPRD adalah garda terdepan dalam mendorong pemerintahan daerah yang bersih. Perbaiki sistem birokrasi, pastikan pengadaan barang/jasa transparan, sederhanakan perizinan, dan yang paling penting: hilangkan konflik kepentingan.” pungkasnya.
Untuk itu, seluruh kepala daerah diminta untuk terus memperkuat komitmennya dalam mencegah pola pola rawan terjadinya korupsi yang kerap muncul. Terutama, terkait politik balas Budi, suap perizinan termasuk.juga adanya intervensi dari pihak keluarga dalam kebijakan publik, ujarnya.


