Pemprov Tandatangani Payung Hukum Perlindungan Anak dan Perempuan Pasca Perceraian

MONPERA.ID, Palembang – Kepedulian Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, terhadap korban anak pasca perceraian perempuan begitu besar. Terbukti, dengan ditandatangani kesepakatan kerjasama payung hukum perlindungan anak dan hak perempuan pasca perceraian oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru di Griya Agung Palembang, Selasa (22/7/2025).

Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru mengatakan, kesepakatan kerjasama payung hukum terhadap anak dan perempuan pasca perceraian tersebut, melibat Pemerintah Provinsi Sumsel, Pengadilan Tinggi Agama Palembang dan juga Bupati dan Walikota se Sumatera Selatan. Dimana, upaya itu sebagai wujud kolaborasi untuk memperluas perlindungan sosial dan hukum kepada kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak.

“Kita ingin memastikan bahwa tidak ada anak dan perempuan yang terabaikan setelah perceraian terjadi. Mereka tetap harus mendapatkan hak-haknya, baik secara hukum maupun sosial,” katanya.

Dimana, ditengah kondisi memprihatinkan banyak anak yang menjadi korban karena perceraian orang tua atau perempuan, terutama di pedesaan. Mengingat, tanpa ada pendampingan yang memadai sehingga mengakibatkan penurunan mental pada anak dan juga keterbatasan akses pendidikan, bahkan masa depan anakpun terancam.

Untuk itu, kolaborasi tersebut dapat diharapkan mampu peran pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi promotif, preventif, sekaligus eksekusi kebijakan di lapangan. Termasuk dalam mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

” Nah Peran bupati dan wali kota sangat penting karena struktur pemerintahan mereka sampai ke tingkat RT dan RW, lebih dekat dengan masyarakat,” tegasnya.

Sementara, Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI,Muchlis, mengungkapkan, menyambut positif inisiatif tersebut. Karena, kerjasama yang dilakukan merupakan langkah strategis untuk menghadirkan keadilan yang lebih inklusif, terutama bagi perempuan yang sering terabaikan haknya setelah perceraian.

“Ini bukan sekadar kesepakatan administratif, tapi kerja nyata menuju keadilan sosial,” ungkapnya.

Selanjutnya, kesepakatan kerjasama nantinya akan dilaporkan ke Mahkamah Agung RI, sebagai contoh bagi provinsi lain. Bahkan, berharap, sistem peradilan kedepan lebih responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan, pungkasnya.

Sedangkan, Kepala Dinas PPPA Sumsel, Fitriana, menjelaskan, kerjasama tersebut dilandasi oleh fakta empirik, meskipun angka perkawinan anak di Sumsel menurun, masih terdapat 891 dispensasi kawin anak di tahun 2024, angka yang mencemaskan. Karena, anak yang menikah di usia dini umumnya belum katagori matang secara fisik maupun psikis, dan berpotensi besar menghadapi tantangan hidup yang berat termasuk risiko KDRT, kemiskinan, dan perceraian dini.

“Dengan perjanjian ini, kami berharap tidak hanya angka pernikahan dini yang menurun, tetapi juga kualitas hidup anak dan perempuan Sumsel bisa meningkat secara signifikan,” tandasnya.