MONPERA.ID, Jakarta – Imam Malik bin Anas memiliki nama lengkap Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin Amr ak-Ashbahi al-Madani, beliau merupakan ulama yang menguasai ilmu di bidang fikih dan hadits.
Imam Malik bin Anas juga biasa dipanggil Abu Abdullah dan Al-Ashbahi yang merupakan nama julukan dari sang kakek. Silsilahnya sampai pada Ya’rab bin Qahthan suatu kabilah besar di Yaman.
Imam Malik bin Anas dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H atau 714 M. Saat menginjak usia dewasa, ia sudah mulai menghafal Al-Qur’an dan sudah menunjukkan keinginannya dalam ilmu pengetahuan.
Ia belajar dari Rabi’ah dan Abdurrahman bin Hurmuz untuk mendengarkan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Ia juga belajar kepada az-Zuhri dan Nafi, serta Ibnu Umar. Ia juga belajar ilmu qira’at kepada Nafi bin Abi Nu’aim.
Imam Malik bin Anas dipandang sebagai seorang yang ahli dalam berbagai bidang ilmu, khususnya ilmu hadits dan fikih. Tentang penguasaannya dalam hadits, ia sendiri pernah mengatakan, “Aku telah menulis dengan tanganku sendiri 100.000 hadits.”
Pada kesempatan lain, ia mengatakan “Aku datang kepada Sa’id bin al-Musayyab, Urwah al-Qasim, Abu Salamah, Humaid, dan Salim secara bergiliran untuk mendengarkan hadits. Dari masing-masing mereka, aku terima 50-100 hadits. Sesudah itu, aku pulang dan aku telah dapat menghafalnya tanpa keliru sedikitpun.”
Sepanjang hidupnya, Imam Malik bin Anas selalu dengan sikap takwa, rajin salat, melayat ke orang-orang yang sudah meninggal, menjenguk yang sakit, memenuhi kewajibannya, I’tikaf di masjid dan berkumpul dengan teman-temannya, serta menjawab persoalan-persoalan yang masuk.
Ia sangat berhati-hati, baik dalam menyampaikan hadits maupun memberikan fatwa. Hadits yang diterima hanyalah jika disampaikan oleh orang-orang yang benar dan terpercaya.
Begitu pun dengan fatwa yang diberikan harus dengan keyakinan sepenuhnya. Kebiasaan Imam Malik bin Anas ketika ingin menyampaikan sebuah hadits, ia terlebih dahulu akan mengambil wudhu dan duduk dengan tenang, lalu menyisir jenggotnya.
Sewaktu ada yang menanyakan mengapa ia melakukan hal tersebut, ia menjawab, “Aku senang menghormati hadits Rasulullah SAW.
Sewaktu berada di Madinah, ia tidak pernah naik kendaraan meskipun usianya sudah tua dan lemah. Ia menuturkan bahwa Madinah merupakan tempat di mana Rasulullah SAW disemayamkan, oleh karena itu ia tidak menaiki kendaraan apa pun.
Cerita mengenai Imam Malik bin Anas juga disampaikan oleh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 1. Dikatakan bahwa Imam Malik bin Anas hidup dalam dua zaman pemerintahan, yaitu pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Imam Malik dikenal sebagai imam dalam ilmu hadits dan fikih. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah al-Muwaththa’ sebuah kitab besar yang memuat mengenai hadits dan fiqih. Imam asy-Syafi’i bahkan pernah berkata, “Malik adalah guru saya, saya menuntut ilmu darinya. Dia adalah hujjah di antara saya dengan Allah. Tidak ada seorang pun yang berjasa pada saya melebihi jasa imam Malik. Jika nama ulama disebut, maka nama Malik-lah yang paling bersinar.”