MONPERA.ID, Palembang – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Tol Betung Tempino-Jambi, di Pengadilan Negeri Klas 1A khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, menghadirkan terdakwa mantan asisten 1 Pemkab Muba Yudi Herzandi (YZ) dan terdakwa mantan pegawai BPN Muba Amin Mansur (AM). Selasa (5/8/2025).
Dimana AM diperiksa menjadi saksi YZ, dan YZ diperiksa sebagai saksi AM. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra dan dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Musi Banyuasin.
Dalam pantauan proses persidangan, dihadapan hakim dan JPU, Kuasa Hukum AM, Mujaddin Islam SH MH, menunjukkan SK Menteri Kehutanan Tahun 1993 dan SK Tahun 1996 tentang pelepasan kawasan hutan, lengkap dengan peta dan koordinat lahan yang kini menjadi objek perkara.
Menurutnya, dokumen itu membuktikan bahwa tanah yang dituduhkan sebagai objek korupsi telah resmi keluar dari status kawasan hutan dan bukan lagi milik negara. Namun, sayangnya hal itu tidak didalami oleh hakim.
“Dalam SK Menteri Kehutanan, jelas dan tegas bahwa Simpang Tungkal dan Simpang Peninggalan sudah dibebaskan oleh Kementerian Kehutanan. Secara aturan dan peraturan perundang-undangan masalah ini bukan perkara pidana, karena administrasinya belum selesai,” kata Mujaddin Islam.
Menurutnya, objek perkara yang dipersolkan tidak pernah di uji dan dibuktikan, apakah yang disengketakan itu milik negara atau milik individu.
“Seharusnya dibuktikan dulu, ini punya negara atau milik pribadi atau perusahaan. Nyatanya belum pernah diuji sampai sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa Hukum YH, Nurmalah S.H M.H, usai persidangan, mengatakan, yang disangkakan kepada kliennya dengan perkara pasal 9, memalsukan buku-buku dan pasal 15 tentang pemufakatan jahat antara Yudi Herzandi dengan Amin Mansur maupun Haji Halim. Apa yang didakwakan JPU selama sidang tidak ditemukan bukti adanya pemufakatan jahat, apalagi sampai hari ini tidak ada ditemukan kerugian negara, dan tidak ada yang menerima ganti rugi.
“Jadi yang didakwa kepada klien kami tidak ada yang terbukti. Baik memalsu buku dan daftar, pencabutan kasasi itu diatur dalam Undang-undang. Pembuatan SPPF itu wajar, karena lahan itu dikuasai H Halim, memang fakta. Kalau orang tidak menguasai lahan membuat SPPF, itu baru palsu. Selanjutnya penandatanganan penlok baru, hal itu disaksikan langsung oleh Kejari Muba selaku Pengawas Pembangunan Strategis (PPS),” ujarnya.
Ia mengaku, jika perubahan penlok itu bermasalah, kenapa proyek strategis nasional (PSN) tetap berjalan dan mengacu pada penlok baru tersebut.
“Menurut saya, perkara ini tidak ada peristiwa pidana. Perlu dicatat, orang yang diajukan ke persidangan dalam tujuan hukum pidana, untuk mencari kebenaran materil, bukan untuk mencari kesalahan terdakwa. Tidak semua orang masuk pengadilan pasti bersalah, harusnya masalah ini tidak masuk keranah hukum, tapi di selesaikan di APIP,” pungkasnya.
Untuk diketahui bahwa terdakwa YH dan AM didakwa pasal 9 jo 15 UU Tipikor.