MONPERA.ID, Palembang – Hari kedua Konser Amal di Kambang Iwak Park membuktikan satu hal penting: ruang publik bisa berubah menjadi ruang empati.
Sejak sore hingga larut malam, taman kota ini tidak hanya dipenuhi suara dan gerak, tetapi juga perasaan musik, puisi, dongeng, dan tari hadir silih berganti, menjadikan panggung sebagai ruang perjumpaan antara seni dan kemanusiaan.
Jika hari pertama berlangsung lebih hening dan reflektif, maka hari kedua tampil lebih berdenyut. Ada bunyi yang mengajak merenung, ada hentakan yang menggerakkan tubuh, dan ada kata-kata yang menembus batin. Semua berpadu dalam satu perayaan solidaritas.
Konser dibuka secara resmi oleh Ketua DKP M. Nasir, didampingi para tokoh dan ketua komunitas pendukung.
Hadir dalam pembukaan tersebut Ketua KKPP Kgs. M. Riduan, Ketua Gong Sriwijaya Cheirman, Ketua Kawan Lamo M. Fitriansyah, Ketua Pekat IB Suparman Roman, Gubernur IBF Sumsel Bengbeng, Dr. Zulkhair Ali mantan Ketua DKSS, perwakilan AKKSI Sumsel Panda, Ketua KCFI Sumsel Yosef Fortas, serta Ali Goik dari Kobar 9.
Deretan nama ini menjadi penanda bahwa konser amal bukan kerja satu kelompok, melainkan hasil simpul kolaborasi lintas komunitas seni, budaya, dan sosial sebuah gotong royong yang tumbuh dari kesadaran bersama.
Sesi awal dimulai dengan pembacaan puisi oleh Vebri Alintani, Anto Narasoma, dan Akifa. Larik-larik puisi menjadi pintu masuk emosional mengantar penonton pada suasana reflektif sebelum musik mengambil alih panggung.
Lanskap bunyi kemudian dibangun oleh Gong Sriwijaya, yang meramu instrumen tradisional dengan pendekatan modern. Denting dan ritme berlapis menciptakan atmosfer kontemplatif menandai bahwa tradisi bukan artefak beku, melainkan sumber bunyi yang terus hidup dan dapat ditafsir ulang oleh zaman.
Energi panggung lalu mengalir melalui penampilan KPJ dan Randi Batanghari 9, disusul Komunitas Kawan Lamo yang digawangi M. Fitriansyah dan Tety. Nuansa etnik semakin menguat saat Rejung Pesirah yang dibawakan Ali Goik bersama kawan-kawan menghadirkan lagu-lagu tradisi dengan sentuhan komunikatif dan membumi.
Ritme semakin meningkat ketika Jammers dengan vokalis Adi Roman tampil memikat, disusul Slanker dengan vokalis Mamen yang membuat kawasan Kambang Iwak terasa lebih membara.
Lapisan musikal makin berwarna lewat Studio 12 di bawah komando Amed, Bucu Band yang dimotori Andivedo, serta RMK di bawah pimpinan Doni. Warna urban, eksperimental, dan lugas berpadu membuktikan bahwa pesan kemanusiaan dapat disampaikan melalui beragam genre tanpa kehilangan daya sentuh.
Sorotan khusus datang dari KPJ yang digawangi Ludy.
Dengan karakter musikal yang kuat dan kedekatan emosional dengan audiens, penampilannya menjembatani semangat kolektif komunitas dengan ekspresi personal, mempertegas solidaritas sebagai napas utama konser amal.
Di sela-sela musik, puisi kembali menemukan momentumnya. Vebri Alintani, mantan Ketua DKP, membawakan puisi Balak Hujan Lebat, yang menyuarakan bencana dan kegetiran manusia di hadapan alam. Nuansa ini berbeda dengan puisi hari pertama karya Tarech Rasyid, Dan Aku Berharap Dak Katek Saling Ngotak I Lagi, yang lebih bernada refleksi sosial.
Keunikan tersendiri hadir lewat Maritza Yozza Sandrina, yang membacakan puisi dengan gaya naratif hangat, menjadikan panggung sebagai ruang lintas generasi.
Sementara Akifa membacakan puisi bertema banjir Sumatera karya Inug, menghadirkan pesan ekologis yang kuat dan aktual.
Menjelang penutup, Tanjack Kultur menghadirkan performa eksperimental yang memadukan tubuh, bunyi, dan ruang. Kejutan lintas budaya datang dari tari India Sanggar Amesa Dancer pimpinan Abah Sekar, yang mencuri perhatian lewat gerak dinamis dan kostum penuh warna menegaskan keterbukaan panggung terhadap lintas tradisi.
Klimaks visual malam itu ditutup oleh Sanggar Naga Besaung melalui tarian Plimbangan gerak simbolik yang memaknai tubuh sebagai doa, harapan, dan solidaritas.
Dipandu MC Risma dan Mamen, rangkaian acara mengalir hingga akhir dan ditutup oleh penampilan para penyanyi serta pemusik dangdut dari KKPP. Penyanyi dangdut cilik Nabila, Putri, dan Vina mengajak penonton bergoyang, mencairkan suasana dan menunjukkan bahwa kegembiraan pun bisa menjadi pintu masuk kepedulian.

